Semua orang tahu bahwa sumber daya alam Indonesia sangat kaya. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah tentu menjadi sasaran negara-negara lain, khususnya negara Adidaya. Sejatinya tanah air kita adalah tanah surga yang sangat potensial dan kaya raya. Sayangnya, banyak sekali problematika silih berganti yang membuat kemajuan ekonomi tersendat. Berkenaan dengan tema Dhuafa Dalam Perekonomian Indonesia yang terkandung dalam pesan (artikel) berjudul Buku Potret Dhuafa Perekenomian Indonesia (2) di www.darwinsaleh.com, saya berpandangan bahwa saya setuju agar kemiskinan di negeri ini (terus) diminimalisir, karena kemiskinan yang tak kunjung disembuhkan dapat membuat bangsa ini terpuruk. Saya akan bangga jika bangsa ini lebih maju di masa depan dengan diiringi tingkat kesejahteraan yang tinggi, tanpa adanya diskriminasi serta kesenjangan sosial. Namun untuk meraih hal itu bangsa Indonesia harus ‘mau’ untuk diubah (lebih baik) dalam segala aspek yang melingkupi, khususnya rakyat (sendiri). Seperti yang diterangkan dalam kitab suci Al-Quran Ar-ra'd:11 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ”.
Tema yang saya angkat yaitu Dhuafa perekonomian Indonesia. Problema ini merupakan salah satu akar dari masalah nasional, maka pembahasan saya lebih luas. Karena saya sangat ingin mengungkapkan curahan hati saya berkaitan dengan permasalahan negeri ini, secara lengkap. Tentunya masih dalam batas yang wajar. Saya mengamati segala aspek meliputi dari masalah sosial, ekonomi, politik, budaya, pendidikan juga agama. Saya tertarik untuk memberikan alternatif jawaban untuk kita semua. Demi memajukan bangsa Indonesia di kancah dunia. Walaupun ulasan saya masih terkesan spekulatif, tapi saya harap curahan hati ini sedikit memberi pencerahan untuk kita semua. Amin~
Saya sangat prihatin ketika melihat berita di layar kaca, surat kabar dan media lainnya. Miris rasanya ketika melihat negara sendiri yang seharusnya kaya justru terpuruk seperti saat ini. Angka kemiskinan sangat tinggi, yang akhirnya berdampak meningkatnya pengangguran, kriminalitas serta korupsi. Masalah-masalah tersebut terjadi luas di masyarakat, dan sampai sekarang tak pernah berhenti dikabarkan oleh media. Masalah-masalah nasional semakin hari semakin bertambah. Masalah satu belum selesai, sudah ditutupi masalah yang baru, hingga terkadang membuat kita jenuh. Untuk menyelesaikan masalah ini, tidak semudah membalik telapak tangan. Menurut saya dengan cara memperbaiki sistem dari akarnya, kelak akan membuahkan hasil yang manis untuk dirasakan. Berikut ini enam alternatif jawaban yang terinspirasi dari perjalanan dan pengalaman hidup selama ini, semoga dapat memberikan inspirasi dan manfaat untuk kita semua:
Budaya Literasi
Budaya literasi merupakan sebuah kebudayaan intelektual yang seharusnya ada di setiap negara. Karena budaya ini merupakan tolok ukur kemajuan peradaban suatu bangsa. Di beberapa negara yang ekonominya maju, budaya ini sangat dijunjung tinggi keberadaannya, seperti negara Amerika dan Jepang. Minat baca dan menulis disana sangat tinggi, menjadikan produktifitas serta tingkat intelektualitas juga tinggi. Bahkan tiap tahun Amerika atau Jepang mampu menerbitkan 100.000 lebih buku. Jauh beda dengan Indonesia, tingkat baca tulis sangat rendah, fasilitas serta dukungan dari berbagai pihak juga kurang. Hal ini sangat memungkinkan berdampak pada rendahnya tingkat kualitas pendidikan. Menurut saya pemerintah seharusnya menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama, ketimbang masalah politik dan masalah-masalah yang lain, karena dengan pendidikan suatu bangsa akan maju (pembangunan dan peradaban). Dalam hal ini pemerintah harus bisa memaksimalkan APBN untuk disalurkan dalam hal pendidikan, meskipun untuk saat ini sudah mencapai 20% dari APBN. Namun guna untuk melengkapi sarana-prasarana, pemerataan pendidikan, pembangunan perpustakaan di seluruh pelosok daerah maka APBN harus terus ditekan. Semua itu dimaksudkan agar para penerus bangsa gemar untuk membaca dan menulis.
Optimisme Kebudayaan
Kita sebagai bangsa yang besar, yang bersatu dalam Bhineka Tunggal Ika pasti mempunyai ragam etnik, seni dan budaya. Budaya yang beragam ini harus dilestarikan agar kelangsungannya tetap terjaga. Dalam beberapa hal budaya kita sudah Go International seperti kesenian batik, wayang dan hasil budaya lainnya. Ini merupakan start yang baik untuk memperkenalkan budaya kita di kancah dunia. Meskipun dalam praktiknya masih tersendat-sendat. Namun, demi mencapai hal itu, optimisme kebudayaan sangat diperlukan. Optimisme dalam hal ini yaitu percaya diri untuk mengaktualisasikan budaya lokal sebagai jati diri. Karena, tanpa adanya optimisme, budaya kita akan jatuh di tangan rakyatnya sendiri, hilang di tangan rakyatnya sendiri. Oleh karena itu rakyat dan pemerintah harus bersama-sama melestarikan budaya, agar khazanah budaya yang kita miliki tidak punah bahkan di klaim negara lain.
Pemerintah Adil
Mengapa saya menuliskan seperti itu, karena negara kita merupakan salah satu negara yang tingkat korupsinya tinggi. Saya sangat prihatin dan kadang bingung siapa lagi yang harus dipercaya. Birokrasi yang diumpamakan sebagai pisau bermata dua sudah menjadi makanan keseharian yang pahit dirasakan, “yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin”. Keadilan sudah seperti mencari air di padang sahara. Kita merindukan sosok pemimpin yang adil untuk memimpin negeri ini, yang mampu mengentaskan negeri ini dari hiruk pikuk kasus tipikor, kemiskinan, pengangguran serta berbagai problematika nasional lainnya. Dalam momen yang tepat, bertepatan dengan Pemilu 2014, saya mengajak saudara-saudariku se-bangsa dan se-tanah air yang sudah memiliki hak untuk menyampaikan hak suaranya. Salurkan hak suara saudara kepada mereka yang ikhlas mengabdi untuk bangsa ini. Bukan kepada mereka yang semata untuk kepentingan sendiri. Intinya, pilihlah mereka dengan hati nurani.
Dukungan Produk Lokal
Kita yang sudah lama menjadi bangsa yang konsumtif, secepatnya harus berubah. Karena semakin lama kita menjadi bangsa yang konsumtif, maka kita akan statis menjadi objek sasaran impor. Untuk menanggulangi hal ini, kita perlu meningkatkan mutu SDM kita. Tiap tahun, kita kebanjiran alumnus SMP, SMA, Sarjana yang belum mempunyai pekerjaan. Mereka berusaha untuk masuk dalam perusahaan, pabrik-pabrik, serta berbagai instansi. Namun, lapangan kerja yang kita punya itu sangat terbatas. Maka dari itu, kita membutuhkan pihak-pihak lokal untuk menciptakan lapangan kerja baru, yang mampu menampung tenaga kerja tiap tahun. Disamping itu, kita juga membutuhkan pihak-pihak lokal yang mampu membuat produk-produk unggul, agar mampu memproduksi barang untuk kebutuhan dalam negeri dan memenuhi permintaan pasar luar negeri. Andil pemerintah dalam masalah ini sangat diperlukan terutama untuk melancarkan komoditi ekspor. Biasanya, ketika orang Indonesia mampu membuat sesuatu misalnya mobil, pasti tidak bertahan lama, ujung-ujungnya berhenti memproduksi. Bahkan langkah produk lokal sangat mudah dijagal oleh pabrik-pabrik terkenal luar negeri. Tanpa dukungan pemerintah, produk lokal takkan berkembang dan terus dihadang oleh produk-produk asing. Esensinya, produk lokal harus terus dikembangkan serta ditingkatkan kualitasnya.
Nasionalisme Sepenuhnya
Nasionalisme biasa diartikan mencintai apa-apa yang berbau tanah air. Namun nyatanya nasionalisme hanya diaplikasikan secara setengah-setengah saja. Nasionalisme yang biasa datang justru hanyalah nasionalisme sementara. Seperti ketika seseorang menonton sepak bola Indonesia vs negara lain, nasionalisme seseorang tadi seakan terkoyak, berkobar-kobar. Begitu juga disaat negara kita sedang konflik dengan negara lain, jenggot kita kebakaran. Iya, tapi bukan itu yang dimaksud. Nasionalisme yang dimaksud yaitu kita harus memaksimalkan jiwa nasionalis kita seutuhnya. Mencintai negara kita disaat duka dan juga jaya. Jangan seperti hewan yang tak berakal, mereka terus mengeluarkan suara masing-masing ketika si majikan tak memberi makan. Kita sebagai makhluk yang sempurna harus lebih dewasa memaknai nasionalisme. Saat bangsa kita terpuruk, kita harus mencari solusi untuk bangkit. Tapi kebanyakan, justru kita sendiri yang menghujat bangsa ini, menyudutkan seseorang yang dianggap bersalah tentang suatu masalah. Ironis, kapan kita berubah kalau kita hanya berbelit dengan ucapan, tanpa sedikitpun melakukan. Kita bangsa yang besar, yang dikecilkan sendiri oleh (rakyat) diri sendiri.
Agama sebagai Pemersatu
Indonesia merupakan negara yang majemuk. Di dalamnya terdapat banyak agama yang hidup. Islam, Kristen Katholik, Protestan, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Semuanya mempunyai basis masing-masing di dalam masyarakat. Seandainya kerukunan masyarakat terjalin maka persatuan bangsa Indonesia akan terwujud. Terkadang persatuan kita digoyahkan oleh masalah-masalah yang kecil, seperti isu-isu yang tidak jelas, serta adu domba pihak tidak bertanggung jawab. Maka dari itu kita perlu menghindari isu-isu agama yang berbau provokatif, menghindari sikap diskriminatif, dan saling percaya dengan yang lain. Insya Allah negara ini akan bersatu dengan anggun.
Kesimpulan yang bisa saya tarik yaitu, untuk menjadikan Indonesia maju itu diperlukan kesatuan segala aspek kehidupan. Memang tidak semudah membalik tangan. Iya, tapi pekerjaan yang tidak pernah dimulai juga tidak akan pernah diakhiri (sampai). Maka dari itu pembenahan serta perubahan mutlak dilakukan oleh segala lapisan masyarakat Indonesia, dari mulai level pemerintah hingga rakyat jelata. Karena hal itu merupakan langkah untuk memajukan bangsa ini. Saya yakin perubahan itu akan terwujud, karena kita bangsa yang besar, bangsa yang kuat, bangsa yang akan segera menguasai dunia. Amin
Referensi :
- Al-Qur’an Al-Karim
- www.darwinsaleh.com
- Bacaan serta pengalaman sehari-hari
“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari www.darwinsaleh.com. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan”.